Secara etimologis, khitan
berasal dari bahasa Arab khatana ( ختن ) yang berarti
“memotong”. Dalam ensiklopedi islam kata khatana berarti memotong. Menurut Ibnu
Hajar bahwa al Khitan adalah isim masdar dari kata khatana yang berarti
“memotong”, khatn yang berarti “memotong sebagian benda yang khusus dari
anggota badan yang khusus pula”. Kata “memotong” dalam hal ini mempunyai makna
dan batasan-batasan khusus. Maksudnya, bahwa makna dasar kata khitan adalah
bagian kemaluan yang harus dipotong. Secara terminologis khitan adalah membuka
atau memotong kulit (quluf) yang menutupi ujung kemaluan dengan tujuan agar
bersih dari najis.
Hikmah Khitan
a. Nilai Keimanan
Khitan adalah sebaik-baik syariat yang Allah
SWT. turunkan kepada hamba-Nya arena mengandung hal yang baik dalam
bidang lahir dan batin. Ia adalah pelengkap fitrah (keimanan) yang diciptakan
Allah SWT. Untuk manusia. Asal syariat khitan adalah menyempurnakan agama.
Sebagaimana ibadah-ibadah lain, inti dari khitan adalah iman. Dengan kata lain,
khitan merupakan institusi atau perwujudan iman seseorang. Iman memiliki
dimensi spiritual yang dapat diwujudkan dalam tindakan melalui ibadah.
Khitan mengandung hikmah yang bersifat intrinsik
sebagai pendekatan (Taqarrub) kepada Allah SWT. Pada mulanya khitan dijadikan
sebagai identitas keagamaan, ketika Allah SWT berjanji kepada Nabi Ibrahim AS,
bahwa Dia akan menjadikan Ibrahim sebagai pemimpin dan menjadikan keturunan
Ibrahim sebagai raja dan Nabi, serta akan memberikan tanda khusus pada dia dan
keturunannya. Tanda khusus itu adalah dikhitannya setiap anak yang lahir.
Khitan merupakan indikator masuknya seseorang kedalam agama Nabi Ibrahim AS. Hal
ini sesuai dengan takwil QS. Al-Baqarah ayat 138.
Khitan merupakan salah
satu ujian yang diberikan Allah pada Nabi Ibrahim AS. Ketika beliau bisa
menjalani ujian tersebut maka beliau menjadi pemimpin (imam) bagi manusia. Nabi
Ibrahim AS diuji oleh Allah berkhitan, walaupun beliau berumur 80 tahun Nabi
Ibrahim tentu tidak akan berkhitan dalam usia yang begitu lanjut jika hal itu
bukan karena perintah
Allah SWT. Tanpa dasar iman yang kuat dia tidak
akan melakukannya.
Seperti hadits Nabi SAW. :
عن ابي هريرة قال: قال رسو ل الله صلى الله عليه وسلم : إختتن ابراهيم النبى عليه السلام وهو ابن ثمانين سنة بالقدوم) رواه ومسلم (
“Dari Abu Hurairah berkata ; Rasulullah SAW.
bersabda : “Nabi Ibrahim as. berkhitan pada usia 80 (delapan puluh) tahun
dengan menggunakan qadum”. (HR Muslim).
Ibnu Hajar berkata, Nabi ibrahim AS
diperintahkan berkhitan dalam usia 80 tahun. Beliau segera melaksanakan
perintah itu dengan menggunakan kampak, tetapi ternyata menimbulkan penyakit
yang agak parah. Beliau berdo’a kepada Allah SWT. dan Allah menurunkan wahyu
kepadanya, “Sesungguhnya engkau terburu-buru berkhitan sebelum kami beritahukan
alat apa yang harus engkau gunakan”. Nabi Ibrahim menjawab, “wahai Tuhanku saya
tidak suka untuk menunda-nunda perintah-Mu”. Nabi Ibrahim AS tidak menunda-nunda
perintah Allah SWT. Karena menunjukkan rasa keimanannya kepada-Nya, dengan
melaksanakan perintah-Nya walaupun pada usia lanjut. Dia dapat menjadi contoh
bagi umat Islam dalam melaksanakan perintah Allah SWT.
Bagi orang Muslim,
khitan dilakukan dalam bentuk ritual yang benar-benar Islami. Di mulai dari
selamatan dengan mengundang orang-orang, kemudian mengantarkan anaknya kepada seseorang
yang ahli dalam khitan. Semua ini dilakukan orang tua karena ia mencintai
anaknya dan sebagai rasa tanggung jawab untuk mendidiknya. Bagi anak yang
dikhitan akan menjadikannya lebih giat mempelajari ilmu-ilmu agama dan lebih
semangat mengamalkan ajaran agama pasca khitan.
Bagi masyarakat Indonesia kebanyakan khitan
dilakukan ketika anak berusia baligh. Sebagai seorang yang telah berdiri
sendiri dihadapan hukum Allah SWT; ia berkewajiban berikrar syahadatain. Maka
sangat perlu dalam setiap upacara khitan dibarengi dengan pengucapan
syahadatain oleh anak yang dikhitan. Pengucapan ikrar syahadatain di hadapan
hadirin peserta tasyakuran khitan, tentu akan membawa suasana yang lebih sakral
dan lebih berkesan bagi anak yang dikhitan. Apalagi jika diisi pula dengan
ceramah yang materinya mengarah pada makna syahadatain dan kewajiban anak pasca
khitan. Sehingga diharapkan anak lebih menyadari keberadaan dirinya sebagai
makhluk serta menyadari kewajibannya terhadap Sang Pencipta.
Imam Malik da Ahmad bin Hanbal berpendapat
bahwa orang yang tidak berkhitan tidak sah menjadi imam dan tidak sah
syahadatnya. Orang yang tidak mengucapkan syahadat belum dianggap masuk Islam.
Khitan menyempurnakan Islam karena ia indikator orang masuk Islam.
b.
Nilai Kesehatan
Khitan termasuk perkara yang disyariatkan Allah
SWT kepada hamba-Nya demi menyempurnakan kesehatan jasmani maupun rohani sesuai
dengan fitrahnya. Banyak sekali nash-nash yang menganjurkan berkhitan berikut
menjelaskan arti dan tujuannya. Diantaranya sabda Rasulullah SAW. yang berbunyi
:
عن ابى هريرة رضي الله عنه قال : فال رسول الله صلى الله عليه وسلم : الفطرة خمس : أو خمس من الفطرة : الختان و الاستحداد و تقليم الاطفار و نتف الإبط وقصى الشارب) رواه ابن ما جه(
“Dari Abu Hurairah ra berkata : Rasulullah SAW
bersabda : “fitrah itu ada lima macam, atau lima dari fitrah adalah :
berkhitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kuku, mencabut bulu ketiak dan
memotong kumis”.(HR. Ibnu Majjah).
Berdasarkan keterangan
di atas, khitan mendapat rangking pertama sebagai fitrah badan. Khitan termasuk
ujian yang diberikan Allah kepada Ibrahim AS. Firman Allah SWT. dalam surat
Al-Baqarah ayat 124 yang berbunyi :
و اذ ابتلي ابراهيم ربه بكلمت فاتمهن قال اني جاعلك للناس اماما قال ومن ذريتى قال لا ينال عهدى الظالمين
“Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji Tuhannya
dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya.
Allah berfirman : “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh
manusia”. Ibrahim berkata : “(dan saya mohon juga) dari keturunanku”, Allah
berfirman : “Janji-Ku (ini) tidak mengenaiorang-orang yang dhalim”. (QS. Al
Baqarah: 124).
Ibnu Abbas menafsirkan
ayat di atas bahwa sesungguhnya Ibrahim dicoba dengan thaharah (bersuci),
diantaranya berkaitan dengan badan atau jasad dan lima perintah lainnya
berkaitan dengan kepala diantaranya mencukur kumis, membersihkan hidung,
berkumur, bersiwak dan merapikan rambut sedang yang di badan antara lain :
memotong kuku, memotong bulu kemaluan, khitan, mencabut bulu ketiak dan
membersihkan tempat keluarnya kotoran (qubul dan dubur) dengan air.
Islam telah mempertegas tentang tujuan
pentingnya berkhitan, yakni untuk bersuci dan menjaga kesucian. Khitan erat
kaitannya dengan pemeliharaan kebersihan kemaluan karena orang lebih mudah
membersihkan kelaminnya sesudah buang air kecil.
Khitan adalah aspek
penting dalam thaharah (kesucian dan kebersihan) yang sangat ditekankan dalam
syariat dalam Islam. Ketika kulit yang menutupi penis tidak dikhitan, maka air
kencing dan kotoran yang lain dapat mengumpul di bawah lipatan kulit. Daerah
ini dapat menjadi infeksi dan penyakit karena menjadi tempat pertumbuhan
bakteri. Salah satu majalah kedokteran yang terbit di Inggris, yaitu “British
Medical Journal” menulis bahwa sesungguhnya penderita penyakit infeksi alat
kelamin dan leher rahim disebabkan oleh suami yang tidak bersih (khitan).
Khitan merupakan sarana yang tepat dalam pendidikan anak, karena dapat mengajarkan
kebersihan anak sejak dini. Semua ahli kelamin sepakat bahwa kulup paling
disukai syphilis. Praktek khitan mengurangi terjadinya syphilis pada laki-laki
sampai 25-73 %.
Khitan adalah usaha pencegahan terhadap penyakit
kelamin dan ini terbukti. Penyakit ini sangat sulit dihindari bila penderita
tidak dikhitan. Seorang profesor di University Of Chicago menulis sebuah
artikel dalam majalah The Medical Brrains yang isinya mengakui besarnya manfaat
khitan. Dia menyatakan, bahwa salah satu faktor orang Mesir Kuno mencapai
kejayaan adalah karena mereka membiasakan khitan. Di khitan itu termasuk cara
pencegahan menularnya semacam penyakit yang ditimbulkan oleh kutu air yang
banyak terdapat di Mesir.
Ilmu kesehatan modern
masih tetap berpendirian bahwa kebersihan adalah pangkal kesehatan. Banyak ayat
Al-Qur’an yang menganjurkan hidup bersih dan teratur. Tidak heran kalau
kebersihan merupakan salah satu kewajiban yang diperintahkan Nabi Muhammad SAW.
Pada pengikutnya dan dijadikan sendi dasar dalam kehidupan sehari-hari.
Khitan dipandang kaum muslimin sebagai syarat
aturan kebersihan. Faedahnya untuk kebersihan alat kelamin, agar mudah
dibersihkan dari sisa-sisa air seni. Orang yang tidak dikhitan tidak akan bisa
bersih kelaminnya, maka dalam Islam khitan sebagai solusi agar manusia
terhindar dari kotoran yang bisa mengganggu ibadahnya. Sebagaimana diketahui,
bahwa khitan termasuk sunnah Nabi Muhammad SAW dan petunjuk Nabi Ibrahim AS.
Hal ini sudah cukup untuk mengatakannya sebagai keutamaan dan kemuliaan. Di
samping nash-nash syariat yang shahih selalu sesuai dengan kenyataan secara
ilmiyah dan teruji bahwa khitan mempunyai nilai kesehatan. Dari berbagai
kesesuaian ini perintah khitan datang dari syariat maupun dari ilmu
kedokteran.
Bagi kehidupan manusia, kesehatan jelas sangat
penting terlebih bagi fisik (lahiriyah) semata, tetapi yang utama adalah
kesehatan hati dan akal. Kesehatan diperlukan orang untuk ibadah dan
mendekatkan diri pada Allah SWT. Dengan demikian tanpa tubuh sehat orang tidak
akan bisa menjalankan ibadah dan dia akan merasa berat menjalankannya.
c.
Nilai Ibadah
Shalat adalah kewajiban yang mensyaratkan
kesucian diri dari hadats dan najis. Sedangkan salah satu sumber timbulnya
najis adalah alat kelamin (khasafah). Sementara itu, apabila khasafah masih
tertutup oleh kulit (kulup) maka sisa air kencing sulit untuk dibersihkan
akibatnya kewajiban shalat praktis tidak terpenuhi lantaran tidak terpenuhinya
salah satu dari sekian syarat sahnya shalat.
Khitan merupakan
prasyarat mutlak yang harus dilaksanakan demi terjaminnya kesucian diri dari
najis dan demi sahnya shalat. Dengan demikian kewajiban shalat tidak terpenuhi
tanpa khitan. Hal ini sesuai dengan kaidah Ushul Fiqh yang menyatakan :
مالايصل الواجب الا به فهو واجب
“Sesuatu yang menyebabkan tidak tercapainya
kewajiban kecuali dengan sesuatu itu maka sesuatu itu wajib hukumnya”.
Kewajiban shalat tidak akan tercapai kecuali
dengan khitan, maka khitan menjadi wajib. Kewajiban khitan berlaku bagi anak
atau orang yang berakal sehat dan sudah baligh, dengan khitan anak dididik
melaksanakan ibadah yang sesuai dengan perintah Allah SWT. Ibadah ritual dalam
Islam seperti halnya shalat lima waktu, haji, umroh, membaca Al-Qur'an
masing-masing mansyaratkan kesucian diri dari najis dan hadats. Ibadah shalat dan
ibadah lain merupakan ritualitas yang dhajatkan oleh setiap muslim dalam rangka
menghambakan diri pada Allah SWT.
Sebagai wujud
peribadatan seorang hamba kepada sang Khaliq tentu ia yang melakukan shalat
mengharap shalatnya diterima oleh-Nya. Padahal Allah SWT sendiri tidak akan
menerima shalat orang yang berhadats dan bernajis. Sebagaimana Rasulullah SAW.
bersabda:
اخبرنا معمر عن همام بن منبة انه سمع ابا هريرة يقول : قال رسول الله صل الله عليه وسلم : لا تقبل صلاة من احدث حتى يتوضا )رواه البخارى(
Dikhabarkan oleh Ma’mar dari Hammam bin Munabbah
sesungguhnya dia mendengar Abu Hurairah berkata : Rasulullah SAW. Bersabda :
“Tidak diterima shalat orang yang berhadats sehingga dia berwudlu” (HR.
Bukhari).
Menurut Hadits tersebut,
agar shalat orang diterima oleh Allah SWT menghilangkan najis dahulu sebelum
shalat. Sebagaimana telah kita maklumi bersama bahwa penyebab datangnya hadats
dan najis adalah keluarnya sesuatu dari khasyafah, yaitu air kencing.
Air kencing yang keluar
dari alat kelamin harus disucikan dahulu. Cara mensucikannya mustahil
terlaksana hingga bersih, jika ujung khasyafahnya tertutup kulup. Maka setiap
air kencing keluar pasti akan membasahi bundaran khasyafah sampai pangkal leher
khasyafah. Padahal leher khasyafah berbentuk lekukan yang tidak bisa
dibersihkan jika tidak dibuka. Selanjutnya dalam kaitannya dengan kesempurnaan ibadah terutama shalat,
agaknya khitan memang diperlukan. Shalat secara lahiriyah berhubungan dengan
kebersihan jasmani. Hal ini mengisyaratkan bahwa sebelum shalat harus dalam
keadaan bersih, bersih kemaluan dari najis saat buang air kecil. Air kencing
yang dikeluarkan akan terjamin kebersihannya, jika qulfah sudah dibuang
(dikhitan). Tanpa adanya lapisan penutup (qulfah) diperkirakan pembersihan yang
dilakukan lebih merata.
Dalam khitan ternyata
ada nilai-nilai yang dapat diberikan kepada anak-anak. Salah satu yang bisa
kita lihat adalah nilai ibadah. Dalam kaitannya dengan kesempurnaan ibadah,
terutama shalat, agaknya khitan memang diperlukan. Secara lahiriyah shalat
berhubungan dengan kebersihan jasmani.
d.
Nilai Pendidikan Seks
Khitan menjadi penting dari segi kesehatan
bahkan dari nafsu syahwat bisa mengendalikannya. Khitan menjadi penyeimbang
antara nafsu binatang dengan tidak bernafsu sama sekali. Jika nafsu birahi
melampaui batas maka orang akan sama dengan binatang. Sebaliknya jika tidak
mempunyai nafsu tentu ia akan sama seperti benda-benda mati. Khitan menempatkan
orang pada posisi pertengahan.
Para ulama’ berpendapat
bahwa di dalam khitan terdapat kebersihan, kesucian, keindahan, keseimbangan
tubuh serta pengaturan syahwat. Khitan membuat syahwat manusia seimbang. Oleh
karena itu orang yang tidak berkhitan selalu tidak merasa puas dalam
berhubungan seks.
Islam tidak membiarkan syahwat itu dihidupkan
selepas-lepasnya, tapi jangan terlalu dimatikan. Orang Islam diajarkan
menghidupkan nafsu birahi dan syahwatnya serta mengendalikannya. Manusia yang
menghadapi syahwatnya dapat disamakan dengan menghadapi dan menundukkan kuda.
Mengendalikan syahwat menjadi mudah bagi laki-laki karena dia sudah dikhitan.
Bila dipahami secara
mendalam, ternyata khitan mempunyai nilai pendidikan terutama pendidikan seks,
misalnya perintah melaksanakan khitan, tanpa disadari bahwa khitan bisa
menghindarkan anak melakukan onani. Kulup pada kelamin pengandung lendir-lendir
yang bisa merangsang dzakar yang bisa mengakibatkan anak sering
menggaruk-nggaruk penis dan sering mempermainkannya. Jadi khitan bermanfaat
untuk membersihkan kotorankotoran yang ada pada kelamin. Pada dasarnya khitan
mengajarkan anak menjadi dewasa. Faedah yang bisa didapat dari khitan dari
sudut psikologis adalah anak merasa dirinya sudah muslim dan dia wajib menutupi
auratnya dan tidak boleh melihat aurat orang lain. Karena melihat aurat orang
lain secara agama hukumnya haram. Aurat adalah bagian tubuh manusia yang harus
ditutupi dan tidak boleh dilihat orang lain. Dilihat dari sudut seksiologi
aurat ialah bagian tubuh yang erogen, menimbulkan nafsu birahi bila dilihat.
Agama mengehendaki kehidupan yang beradab dengan pakaian yang tidak merangsang
orang lain.
Pelaksanaan Khitan
Menyimak pendapat para ulama tentang waktu
pelaksanan khitan dapat dikelompokan dalam tiga waktu yaitu waktu wajib,
sunnah, dan makruh.
1. Waktu wajib
Wajibnya khitan adalah saat datang waktu baligh
(dewasa) bagi anak laki-laki yang berakal sehat dan berfisik sehat. Jadi
sekalipun ia sehat akal dan telah berusia baligh namun bila belum memiliki
fisik yang sehat maka ia tidak berkewajiban khitan. Dengan demikian, hal di
atas merupakan syarat wajib untuk dikhitan.
Ketentuan balighnya seorang anak dalam khitan
ini selain ketentuan fiqh yang menyatakan bahwa usia baligh bagi anak laki-laki
maksimum genap berusia 15 tahun atau minimum sudah bermimpi basah, tentunya itu
adalah batas usia maksimum anak harus melaksanakan shalat. Rasulullah
SAW. telah mengajarkan bahwa anak berusia 15 tahun harus mulai dilatih shalat
dan ketika berusia 10 tahun mereka harus mulai disiplin shalat sebagimana
dijelaskan Rasulullah SAW. dalam sabdanya :
عن عمروبن شعيب عن ابيه عن جده قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: مروا اولا دكم بالصلاة وهم ابناء سبع سنين و اضربوهم عليها وهم ابناء عشر وفرقوا بينهم فى المضاجع ) رواه ابو داود(
Dari Umar bin Syuaib dari bapaknya dari kakeknya
dia berkata : Rasulullah SAW bersabda : Suruhlah anak-anak kalian
berlatih shalat sejak mereka berusia 7 tahun dan pukulah mereka jika
meninggalkan shalat pada usia 10 tahun dan pisahkanlah tempat tidur mereka
(sejak usia 10 tahun)”. (HR. Abu Dawud).
Dengan demikian,
jelaslah bahwa semua ulama sepakat menyatakan kewajiban melaksanakan khitan
ketika anak sudah baligh. Bagi orang tua muslim wajib memerintahkan anak
melaksanakan khitan jika ia sudah mencapai usia tersebut. Karena pada masa itu
anak dituntut kewajibannya melaksankan syariat agama.
2.
Waktu sunnah
Kategori waktu sunnah dalam khitan yang
ditentukan dalam rentang waktu (masa) persiapan menyongsong usia mukallaf. Pada
usia tujuh tahun anak dilatih melaksanakan shalat karena sudah memasuki usia
pra baligh. Hal ini untuk mengajarkan anak agar terbiasa dan siap menjadi
anak shaleh yang didambakan keluarga. Sementara pengikut Imam Hanafi dan
Maliki menentukan bahwa waktu khitan yang disunnahkan adalah masa
kanak-kanak-kanak, yakni pada usia 9 atau 10 tahun atau anak mampu menahan
sakit bila dikhitan. Asy-Syafi’i menekankan keutamaan khitan ketika anak masih
kecil. Memang agaknya jika kita merujuk Rasulullah SAW. saat mengkhitankan
cucunya Hasan dan Husain pada usia bayi yakni baru berusia tujuh hari
sebagaimana disebutkan dalam Hadits Nabi SAW. bahwasannya Aisyah ra. mengatakan
:
عن عائشة رضي الله عنها, انه النبي صلى الله عليه وسلم ختن الحسن والحسين يوم السابع ولادئهما (رواه الحاآم)
“Dari Aisyah ra., Sesungguhnya Nabi SAW.
mengkhitankan Hasan dan Husain ketika berusai tujuh hari dari kelahiranya. (HR.
Al-Hakim)
Jika memang demikian,
maka hari ketujuh dari kelahiran anak merupakan hari istimewa bagi orang tua.
Pasalnya, mereka harus mengerjakan banyak hal yakni mengaqiqahkan, mencukur
rambut, menamai dan sekaligus mengkhitankan anaknya.
3.
Waktu makruh
Waktu makruh melaksanakan khitan yakni dimana
fisik anak kurang memungkinkan menanggung rasa sakit untuk berkhitan, waktu
yang dimaksud adalah bayi kurang dari umur 7 hari. Adapun menurut keterangan
lain khitan pada waktu anak berusia kurang dari tujuh hari semenjak
kelahirannya dimakruhkan karena selain fisiknya lemah, juga di sinyalir
menyerupai perbuatan orang yahudi.