Minggu, 12 Juni 2016

KHITAN/ SUNAT DI MATA ISLAM

Secara etimologis, khitan berasal dari bahasa Arab khatana ( ختن ) yang berarti “memotong”. Dalam ensiklopedi islam kata khatana berarti memotong. Menurut Ibnu Hajar bahwa al Khitan adalah isim masdar dari kata khatana yang berarti “memotong”, khatn yang berarti “memotong sebagian benda yang khusus dari anggota badan yang khusus pula”. Kata “memotong” dalam hal ini mempunyai makna dan batasan-batasan khusus. Maksudnya, bahwa makna dasar kata khitan adalah bagian kemaluan yang harus dipotong. Secara terminologis khitan adalah membuka atau memotong kulit (quluf) yang menutupi ujung kemaluan dengan tujuan agar bersih dari najis.

Hikmah Khitan
a.    Nilai Keimanan
Khitan adalah sebaik-baik syariat yang Allah SWT. turunkan kepada hamba-Nya  arena mengandung hal yang baik dalam bidang lahir dan batin. Ia adalah pelengkap fitrah (keimanan) yang diciptakan Allah SWT. Untuk manusia. Asal syariat khitan adalah menyempurnakan agama. Sebagaimana ibadah-ibadah lain, inti dari khitan adalah iman. Dengan kata lain, khitan merupakan institusi atau perwujudan iman seseorang. Iman memiliki dimensi spiritual yang dapat diwujudkan dalam tindakan melalui ibadah.
Khitan mengandung hikmah yang bersifat intrinsik sebagai pendekatan (Taqarrub) kepada Allah SWT. Pada mulanya khitan dijadikan sebagai identitas keagamaan, ketika Allah SWT berjanji kepada Nabi Ibrahim AS, bahwa Dia akan menjadikan Ibrahim sebagai pemimpin dan menjadikan keturunan Ibrahim sebagai raja dan Nabi, serta akan memberikan tanda khusus pada dia dan keturunannya. Tanda khusus itu adalah dikhitannya setiap anak yang lahir. Khitan merupakan indikator masuknya seseorang kedalam agama Nabi Ibrahim AS. Hal ini sesuai dengan takwil QS. Al-Baqarah ayat 138.
Khitan merupakan salah satu ujian yang diberikan Allah pada Nabi Ibrahim AS. Ketika beliau bisa menjalani ujian tersebut maka beliau menjadi pemimpin (imam) bagi manusia. Nabi Ibrahim AS diuji oleh Allah berkhitan, walaupun beliau berumur 80 tahun Nabi Ibrahim tentu tidak akan berkhitan dalam usia yang begitu lanjut jika hal itu bukan karena perintah
Allah SWT. Tanpa dasar iman yang kuat dia tidak akan melakukannya.
Seperti hadits Nabi SAW. :
عن ابي هريرة قال: قال رسو ل الله صلى الله عليه وسلم : إختتن ابراهيم النبى عليه السلام وهو ابن ثمانين سنة بالقدوم) رواه ومسلم (
“Dari Abu Hurairah berkata ; Rasulullah SAW. bersabda : “Nabi Ibrahim as. berkhitan pada usia 80 (delapan puluh) tahun dengan menggunakan qadum”. (HR Muslim).
Ibnu Hajar berkata, Nabi ibrahim AS diperintahkan berkhitan dalam usia 80 tahun. Beliau segera melaksanakan perintah itu dengan menggunakan kampak, tetapi ternyata menimbulkan penyakit yang agak parah. Beliau berdo’a kepada Allah SWT. dan Allah menurunkan wahyu kepadanya, “Sesungguhnya engkau terburu-buru berkhitan sebelum kami beritahukan alat apa yang harus engkau gunakan”. Nabi Ibrahim menjawab, “wahai Tuhanku saya tidak suka untuk menunda-nunda perintah-Mu”. Nabi Ibrahim AS tidak menunda-nunda perintah Allah SWT. Karena menunjukkan rasa keimanannya kepada-Nya, dengan melaksanakan perintah-Nya walaupun pada usia lanjut. Dia dapat menjadi contoh bagi umat Islam dalam melaksanakan perintah Allah SWT.

Bagi orang Muslim, khitan dilakukan dalam bentuk ritual yang benar-benar Islami. Di mulai dari selamatan dengan mengundang orang-orang, kemudian mengantarkan anaknya kepada seseorang yang ahli dalam khitan. Semua ini dilakukan orang tua karena ia mencintai anaknya dan sebagai rasa tanggung jawab untuk mendidiknya. Bagi anak yang dikhitan akan menjadikannya lebih giat mempelajari ilmu-ilmu agama dan lebih semangat mengamalkan ajaran agama pasca khitan.
Bagi masyarakat Indonesia kebanyakan khitan dilakukan ketika anak berusia baligh. Sebagai seorang yang telah berdiri sendiri dihadapan hukum Allah SWT; ia berkewajiban berikrar syahadatain. Maka sangat perlu dalam setiap upacara khitan dibarengi dengan pengucapan syahadatain oleh anak yang dikhitan. Pengucapan ikrar syahadatain di hadapan hadirin peserta tasyakuran khitan, tentu akan membawa suasana yang lebih sakral dan lebih berkesan bagi anak yang dikhitan. Apalagi jika diisi pula dengan ceramah yang materinya mengarah pada makna syahadatain dan kewajiban anak pasca khitan. Sehingga diharapkan anak lebih menyadari keberadaan dirinya sebagai makhluk serta menyadari kewajibannya terhadap Sang Pencipta.
Imam Malik da  Ahmad bin Hanbal berpendapat bahwa orang yang tidak berkhitan tidak sah menjadi imam dan tidak sah syahadatnya. Orang yang tidak mengucapkan syahadat belum dianggap masuk Islam. Khitan menyempurnakan Islam karena ia indikator orang masuk Islam.

b.    Nilai Kesehatan
Khitan termasuk perkara yang disyariatkan Allah SWT kepada hamba-Nya demi menyempurnakan kesehatan jasmani maupun rohani sesuai dengan fitrahnya. Banyak sekali nash-nash yang menganjurkan berkhitan berikut menjelaskan arti dan tujuannya. Diantaranya sabda Rasulullah SAW. yang berbunyi :
عن ابى هريرة رضي الله عنه قال : فال رسول الله صلى الله عليه وسلم : الفطرة خمس : أو خمس من الفطرة : الختان و الاستحداد و تقليم الاطفار و نتف الإبط وقصى الشارب) رواه ابن ما جه(
“Dari Abu Hurairah ra berkata : Rasulullah SAW bersabda : “fitrah itu ada lima macam, atau lima dari fitrah adalah : berkhitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kuku, mencabut bulu ketiak dan memotong kumis”.(HR. Ibnu Majjah).

Berdasarkan keterangan di atas, khitan mendapat rangking pertama sebagai fitrah badan. Khitan termasuk ujian yang diberikan Allah kepada Ibrahim AS. Firman Allah SWT. dalam surat Al-Baqarah ayat 124 yang berbunyi :
و اذ ابتلي ابراهيم ربه بكلمت فاتمهن قال اني جاعلك للناس اماما قال ومن ذريتى قال لا ينال عهدى الظالمين

“Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman : “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia”. Ibrahim berkata : “(dan saya mohon juga) dari keturunanku”, Allah berfirman : “Janji-Ku (ini) tidak mengenaiorang-orang yang dhalim”. (QS. Al Baqarah: 124).

Ibnu Abbas menafsirkan ayat di atas bahwa sesungguhnya Ibrahim dicoba dengan thaharah (bersuci), diantaranya berkaitan dengan badan atau jasad dan lima perintah lainnya berkaitan dengan kepala diantaranya mencukur kumis, membersihkan hidung, berkumur, bersiwak dan merapikan rambut sedang yang di badan antara lain : memotong kuku, memotong bulu kemaluan, khitan, mencabut bulu ketiak dan membersihkan tempat keluarnya kotoran (qubul dan dubur) dengan air.
Islam telah mempertegas tentang tujuan pentingnya berkhitan, yakni untuk bersuci dan menjaga kesucian. Khitan erat kaitannya dengan pemeliharaan kebersihan kemaluan karena orang lebih mudah membersihkan kelaminnya sesudah buang air kecil.

Khitan adalah aspek penting dalam thaharah (kesucian dan kebersihan) yang sangat ditekankan dalam syariat dalam Islam. Ketika kulit yang menutupi penis tidak dikhitan, maka air kencing dan kotoran yang lain dapat mengumpul di bawah lipatan kulit. Daerah ini dapat menjadi infeksi dan penyakit karena menjadi tempat pertumbuhan bakteri. Salah satu majalah kedokteran yang terbit di Inggris, yaitu “British Medical Journal” menulis bahwa sesungguhnya penderita penyakit infeksi alat kelamin dan leher rahim disebabkan oleh suami yang tidak bersih (khitan). Khitan merupakan sarana yang tepat dalam pendidikan anak, karena dapat mengajarkan kebersihan anak sejak dini. Semua ahli kelamin sepakat bahwa kulup paling disukai syphilis. Praktek khitan mengurangi terjadinya syphilis pada laki-laki sampai 25-73 %.
Khitan adalah usaha pencegahan terhadap penyakit kelamin dan ini terbukti. Penyakit ini sangat sulit dihindari bila penderita tidak dikhitan. Seorang profesor di University Of Chicago menulis sebuah artikel dalam majalah The Medical Brrains yang isinya mengakui besarnya manfaat khitan. Dia menyatakan, bahwa salah satu faktor orang Mesir Kuno mencapai kejayaan adalah karena mereka membiasakan khitan. Di khitan itu termasuk cara pencegahan menularnya semacam penyakit yang ditimbulkan oleh kutu air yang banyak terdapat di Mesir.

Ilmu kesehatan modern masih tetap berpendirian bahwa kebersihan adalah pangkal kesehatan. Banyak ayat Al-Qur’an yang menganjurkan hidup bersih dan teratur. Tidak heran kalau kebersihan merupakan salah satu kewajiban yang diperintahkan Nabi Muhammad SAW. Pada pengikutnya dan dijadikan sendi dasar dalam kehidupan sehari-hari.
Khitan dipandang kaum muslimin sebagai syarat aturan kebersihan. Faedahnya untuk kebersihan alat kelamin, agar mudah dibersihkan dari sisa-sisa air seni. Orang yang tidak dikhitan tidak akan bisa bersih kelaminnya, maka dalam Islam khitan sebagai solusi agar manusia terhindar dari kotoran yang bisa mengganggu ibadahnya. Sebagaimana diketahui, bahwa khitan termasuk sunnah Nabi Muhammad SAW dan petunjuk Nabi Ibrahim AS. Hal ini sudah cukup untuk mengatakannya sebagai keutamaan dan kemuliaan. Di samping nash-nash syariat yang shahih selalu sesuai dengan kenyataan secara ilmiyah dan teruji  bahwa khitan mempunyai nilai kesehatan. Dari berbagai kesesuaian ini perintah khitan datang dari syariat maupun dari ilmu kedokteran.

Bagi kehidupan manusia, kesehatan jelas sangat penting terlebih bagi fisik (lahiriyah) semata, tetapi yang utama adalah kesehatan hati dan akal. Kesehatan diperlukan orang untuk ibadah dan mendekatkan diri pada Allah SWT. Dengan demikian tanpa tubuh sehat orang tidak akan bisa menjalankan ibadah dan dia akan merasa berat menjalankannya.

c.    Nilai Ibadah
Shalat adalah kewajiban yang mensyaratkan kesucian diri dari hadats dan najis. Sedangkan salah satu sumber timbulnya najis adalah alat kelamin (khasafah). Sementara itu, apabila khasafah masih tertutup oleh kulit (kulup) maka sisa air kencing sulit untuk dibersihkan akibatnya kewajiban shalat praktis tidak terpenuhi lantaran tidak terpenuhinya salah satu dari sekian syarat sahnya shalat.

Khitan merupakan prasyarat mutlak yang harus dilaksanakan demi terjaminnya kesucian diri dari najis dan demi sahnya shalat. Dengan demikian kewajiban shalat tidak terpenuhi tanpa khitan. Hal ini sesuai dengan kaidah Ushul Fiqh yang menyatakan :
مالايصل الواجب الا به فهو واجب
“Sesuatu yang menyebabkan tidak tercapainya kewajiban kecuali dengan sesuatu itu maka sesuatu itu wajib hukumnya”.
Kewajiban shalat tidak akan tercapai kecuali dengan khitan, maka khitan menjadi wajib. Kewajiban khitan berlaku bagi anak atau orang yang berakal sehat dan sudah baligh, dengan khitan anak dididik melaksanakan ibadah yang sesuai dengan perintah Allah SWT. Ibadah ritual dalam Islam seperti halnya shalat lima waktu, haji, umroh, membaca Al-Qur'an masing-masing mansyaratkan kesucian diri dari najis dan hadats. Ibadah shalat dan ibadah lain merupakan ritualitas yang dhajatkan oleh setiap muslim dalam rangka menghambakan diri pada Allah SWT.

Sebagai wujud peribadatan seorang hamba kepada sang Khaliq tentu ia yang melakukan shalat mengharap shalatnya diterima oleh-Nya. Padahal Allah SWT sendiri tidak akan menerima shalat orang yang berhadats dan bernajis. Sebagaimana Rasulullah SAW. bersabda:
اخبرنا معمر عن همام بن منبة انه سمع ابا هريرة يقول : قال رسول الله صل الله عليه وسلم : لا تقبل صلاة من احدث حتى يتوضا  )رواه البخارى(
Dikhabarkan oleh Ma’mar dari Hammam bin Munabbah sesungguhnya dia mendengar Abu Hurairah berkata : Rasulullah SAW. Bersabda : “Tidak diterima shalat orang yang berhadats sehingga dia berwudlu” (HR. Bukhari).

Menurut Hadits tersebut, agar shalat orang diterima oleh Allah SWT menghilangkan najis dahulu sebelum shalat. Sebagaimana telah kita maklumi bersama bahwa penyebab datangnya hadats dan najis adalah keluarnya sesuatu dari khasyafah, yaitu air kencing.

Air kencing yang keluar dari alat kelamin harus disucikan dahulu. Cara mensucikannya mustahil terlaksana hingga bersih, jika ujung khasyafahnya tertutup kulup. Maka setiap air kencing keluar pasti akan membasahi bundaran khasyafah sampai pangkal leher khasyafah. Padahal leher khasyafah berbentuk lekukan yang tidak bisa dibersihkan jika tidak dibuka. Selanjutnya dalam kaitannya dengan kesempurnaan ibadah terutama shalat, agaknya khitan memang diperlukan. Shalat secara lahiriyah berhubungan dengan kebersihan jasmani. Hal ini mengisyaratkan bahwa sebelum shalat harus dalam keadaan bersih, bersih kemaluan dari najis saat buang air kecil. Air kencing yang dikeluarkan akan terjamin kebersihannya, jika qulfah sudah dibuang (dikhitan). Tanpa adanya lapisan penutup (qulfah) diperkirakan pembersihan yang dilakukan lebih merata.

Dalam khitan ternyata ada nilai-nilai yang dapat diberikan kepada anak-anak. Salah satu yang bisa kita lihat adalah nilai ibadah. Dalam kaitannya dengan kesempurnaan ibadah, terutama shalat, agaknya khitan memang diperlukan. Secara lahiriyah shalat berhubungan dengan kebersihan jasmani.

d.    Nilai Pendidikan Seks
Khitan menjadi penting dari segi kesehatan bahkan dari nafsu syahwat bisa mengendalikannya. Khitan menjadi penyeimbang antara nafsu binatang dengan tidak bernafsu sama sekali. Jika nafsu birahi melampaui batas maka orang akan sama dengan binatang. Sebaliknya jika tidak mempunyai nafsu tentu ia akan sama seperti benda-benda mati. Khitan menempatkan orang pada posisi pertengahan.

Para ulama’ berpendapat bahwa di dalam khitan terdapat kebersihan, kesucian, keindahan, keseimbangan tubuh serta pengaturan syahwat. Khitan membuat syahwat manusia seimbang. Oleh karena itu orang yang tidak berkhitan selalu tidak merasa puas dalam berhubungan seks.
Islam tidak membiarkan syahwat itu dihidupkan selepas-lepasnya, tapi jangan terlalu dimatikan. Orang Islam diajarkan menghidupkan nafsu birahi dan syahwatnya serta mengendalikannya. Manusia yang menghadapi syahwatnya dapat disamakan dengan menghadapi dan menundukkan kuda. Mengendalikan syahwat menjadi mudah bagi laki-laki karena dia sudah dikhitan.
Bila dipahami secara mendalam, ternyata khitan mempunyai nilai pendidikan terutama pendidikan seks, misalnya perintah melaksanakan khitan, tanpa disadari bahwa khitan bisa menghindarkan anak melakukan onani. Kulup pada kelamin pengandung lendir-lendir yang bisa merangsang dzakar yang bisa mengakibatkan anak sering menggaruk-nggaruk penis dan sering mempermainkannya. Jadi khitan bermanfaat untuk membersihkan kotorankotoran yang ada pada kelamin. Pada dasarnya khitan mengajarkan anak menjadi dewasa. Faedah yang bisa didapat dari khitan dari sudut psikologis adalah anak merasa dirinya sudah muslim dan dia wajib menutupi auratnya dan tidak boleh melihat aurat orang lain. Karena melihat aurat orang lain secara agama hukumnya haram. Aurat adalah bagian tubuh manusia yang harus ditutupi dan tidak boleh dilihat orang lain. Dilihat dari sudut seksiologi aurat ialah bagian tubuh yang erogen, menimbulkan nafsu birahi bila dilihat. Agama mengehendaki kehidupan yang beradab dengan pakaian yang tidak merangsang orang lain.

Pelaksanaan Khitan

Menyimak pendapat para ulama tentang waktu pelaksanan khitan dapat dikelompokan dalam tiga waktu yaitu waktu wajib, sunnah, dan makruh.
1.    Waktu wajib
Wajibnya khitan adalah saat datang waktu baligh (dewasa) bagi anak laki-laki yang berakal sehat dan berfisik sehat. Jadi sekalipun ia sehat akal dan telah berusia baligh namun bila belum memiliki fisik yang sehat maka ia tidak berkewajiban khitan. Dengan demikian, hal di atas merupakan syarat wajib untuk dikhitan.
Ketentuan balighnya seorang anak dalam khitan ini selain ketentuan fiqh yang menyatakan bahwa usia baligh bagi anak laki-laki maksimum genap berusia 15 tahun atau minimum sudah bermimpi basah, tentunya itu adalah batas usia maksimum anak harus melaksanakan shalat.  Rasulullah SAW. telah mengajarkan bahwa anak berusia 15 tahun harus mulai dilatih shalat dan ketika berusia 10 tahun mereka harus mulai disiplin shalat sebagimana dijelaskan Rasulullah SAW. dalam sabdanya :
عن عمروبن شعيب عن ابيه عن جده قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: مروا اولا دكم بالصلاة وهم ابناء سبع سنين و اضربوهم عليها وهم ابناء عشر وفرقوا بينهم فى المضاجعرواه ابو داود( 

Dari Umar bin Syuaib dari bapaknya dari kakeknya dia berkata : Rasulullah SAW bersabda :  Suruhlah anak-anak kalian berlatih shalat sejak mereka berusia 7 tahun dan pukulah mereka jika meninggalkan shalat pada usia 10 tahun dan pisahkanlah tempat tidur mereka (sejak usia 10 tahun)”. (HR. Abu Dawud).

 Dengan demikian, jelaslah bahwa semua ulama sepakat menyatakan kewajiban melaksanakan khitan ketika anak sudah baligh. Bagi orang tua muslim wajib memerintahkan anak melaksanakan khitan jika ia sudah mencapai usia tersebut. Karena pada masa itu anak dituntut kewajibannya melaksankan syariat agama.

2.    Waktu sunnah
Kategori waktu sunnah dalam khitan yang ditentukan dalam rentang waktu (masa) persiapan menyongsong usia mukallaf. Pada usia tujuh tahun anak dilatih melaksanakan shalat karena sudah memasuki usia pra baligh.  Hal ini untuk mengajarkan anak agar terbiasa dan siap menjadi anak shaleh yang didambakan keluarga.  Sementara pengikut Imam Hanafi dan Maliki menentukan bahwa waktu khitan yang disunnahkan adalah masa kanak-kanak-kanak, yakni pada usia 9 atau 10 tahun atau anak mampu menahan sakit bila dikhitan. Asy-Syafi’i menekankan keutamaan khitan ketika anak masih kecil. Memang agaknya jika kita merujuk Rasulullah SAW. saat mengkhitankan cucunya Hasan dan Husain pada usia bayi yakni baru berusia tujuh hari sebagaimana disebutkan dalam Hadits Nabi SAW. bahwasannya Aisyah ra. mengatakan :
عن عائشة رضي الله عنها, انه النبي صلى الله عليه وسلم ختن الحسن والحسين يوم السابع ولادئهما  (رواه الحاآم)
“Dari Aisyah ra., Sesungguhnya Nabi SAW. mengkhitankan Hasan dan Husain ketika berusai tujuh hari dari kelahiranya. (HR. Al-Hakim)

Jika memang demikian, maka hari ketujuh dari kelahiran anak merupakan hari istimewa bagi orang tua. Pasalnya, mereka harus mengerjakan banyak hal yakni mengaqiqahkan, mencukur rambut, menamai dan sekaligus mengkhitankan anaknya.


3.     Waktu makruh
Waktu makruh melaksanakan khitan yakni dimana fisik anak kurang memungkinkan menanggung rasa sakit untuk berkhitan, waktu yang dimaksud adalah bayi kurang dari umur 7 hari. Adapun menurut keterangan lain khitan pada waktu anak berusia kurang dari tujuh hari semenjak kelahirannya dimakruhkan karena selain fisiknya lemah, juga di sinyalir menyerupai perbuatan orang yahudi.

1 komentar: